kocomripat

Kecil jadi Besar, Jauh jadi Dekat, Jauh-Dekat 3000..

Radio [Random #7]


vintage radio

Credit: Cuba Gallery Flickr

Selain nasi yang tak bisa tergantikan oleh roti–untuk sebagian besar orang Indonesia-radio juga tak bisa tergantikan oleh mp3–setidaknya untuk saya-. Ada hal-hal yang tak bisa ditawarkan oleh deretan lagu dalam smartphonemu, hal-hal yang hanya bisa kau temui dalam gelombang radio.

Suatu hari bos tiba-tiba bertanya pada rekan kerja saya. “Hari gini masih ada nggak, sih yang denger radio?” kurang lebih seperti itu pertanyaan yang beliau ajukan. Mungkin cukup banyak orang lain yang juga memiliki pertanyaan serupa dengan Pak bos. Tentu, karena di jaman yang serba digital ini, untuk sekedar mendengar lagu favorit cukup dengan mengunduh file mp3 lalu memutarnya di komputer, smartphone, tablet atau mp3 player. Lagu apapun bisa didapat dengan mudah dan cepat, baik lewat jalur legal maupun illegal.

Sementara radio, untuk mendengar lagu favorit saja kamu harus membuang pulsa dan merengek minta diputarkan. Bahkan meski pulsa sudah berkurang, kadang yang diminta pun tak bisa diputar karena keterbatasan waktu atau ketiadaan lagu. Mengesalkan? Mungkin. Tapi mereka yang hingga kini masih setia dengan radio tentu paham betul, bahwa ini bukan sekedar persoalan mendengarkan lagu.

Kalau boleh berpendapat, musik atau lagu bukanlah kekuatan utama radio untuk membuat pendengarnya tetap setia hingga ajal memisahkan. Ada banyak elemen yang menjadi magnet dan lem pelekat. Radio punya penyiar yang handal bersilat lidah, beragam program menarik, kuis berhadiah cantik dan banyak hal yang unik. Radio juga berperan sebagai salah satu media informasi dan berita. Itu hanya hal-hal yang kasat mata. Sementara ada juga faktor lain yang membuat radio tak kehilangan penggemar hingga kini.

Bagi saya radio adalah kotak berisi kejutan. Saya tak tahu lagu apa yang akan diputar oleh si penyiar setelah lagu pertama usai, berbeda dengan ketika mendengarkan playlist ponsel. Ketika lagu favorit diputar, hati riang bukan kepalang. Ketika lagu nostalgia masa sekolah terdengar, angan terbang melayang. Ketika lagu yang paling dibenci didendangkan, rasanya ingin melempar orang.

Penyiar radio pun tak kalah menarik. Suaranya boleh saja merdu, tapi ketika melihat rupanya mungkin.. tak seperti yang dibayangkan.. :mrgreen:

Sejak kecil hingga kini saya masih sering mendengarkan siaran radio, meski saat ini melalui ponsel, bukan dari perangkat radio seperti dulu. Bahkan frekwensinya lebih sering daripada mendengar playlist musik yang saya buat sendiri. Dan rupanya saya tak sendiri. Ada banyak orang di luar sana yang masih memilih radio sebagai teman pengisi waktu mereka, di perjalanan, di dapur, di kamar tidur, atau di kala sahur.

Entah, saya memiliki keyakinan jika di masa mendatang, bahkan ketika Nassar jadi wakil presiden–yang mana sulit diamini-radio akan tetap ada dan mengudara. Kamu, yakin juga?

Leave a comment