kocomripat

Kecil jadi Besar, Jauh jadi Dekat, Jauh-Dekat 3000..

Cerita Cinta Kahitna


Konser "Sound of Love"

Konser “Sound of Love”

Kala itu saya sedang asyik bermain dengan seorang teman di ruang tamu ketika ayah hendak pergi keluar. Seperti kebanyakan anak kecil, saya pun berseloroh minta dibelikan sesuatu sebagai oleh-oleh. Bukan es krim atau boneka, tapi kaset Kahitna.

“Kaset Kahitna, judulnya Cantik,” ujar saya meyakinkan agar ayah tak salah beli.

Betapa girangnya saya ketika ayah pulang membawa barang pesanan. Resmi sudah, album bersampul merah dengan logo “9 berkas sinar matahari” itu pun menjadi kaset dewasa pertama yang saya miliki, setelah sebelumnya hanya dijejali album anak-anak. “Cantik” sebenarnya bukan lagu pertama Kahitna yang saya dengar, sebelumnya saya juga sudah mengenal lagu “Cerita Cinta”. Hanya saja saat itu mungkin saya masih belum terpikir untuk memiliki rilisan fisiknya.

“Walau mentari terbit di utara, hatiku hanya untukmu…” ungkapan ini mungkin tak memiliki makna apa-apa bagi seorang bocah kelas 6 SD seperti saya yang mendengarnya saat itu. Tapi musik yang renyah dengan lirik yang cukup memorable berhasil membuat saya ikut berdendang meski tak begitu paham artinya. Oh, dan jangan lupa, meski masih buta soal cinta, tapi saya tak bisa mengelak untuk menjatuhkan hati pada sosok yang asyik bermain gitar di pinggir jendela dalam video klip lagu ini. :mrgreen:

Jika “Cantik” berhasil menghipnotis dengan melodinya yang riang, lagu-lagu lain di album ini juga tak kalah menarik. Siapa yang tak ingat dengan tembang catchy “Andai Dia Tahu”. Perpaduan musik yang asyik dan lirik yang cantik tak pelak menjadikannya hits. Belum lagi video klip dengan latar sekolah di mana para personilnya mengenakan seragam putih abu-abu putih yang tentu sangat memorable dan menjadi yang paling saya favoritkan. Sementara “Tak Sebebas Merpati” tampil menghanyutkan dengan lantunan pianonya. Bahkan lagu lain yang tak menjadi hits pun masih asyik untuk disenandungkan, seperti “Batal Suka”, “Hanya Satu”, sampai “Asa Lalu” yang kental dengan nuansa 90annya. Tentu, saya menyanyikannya sambil mencontek teks di dalam sampul kaset.

Meski ada sentuhan jazz, fusion dan etnik di beberapa lagunya, tapi musik Kahitna begitu mudah diterima oleh telinga saya, seorang bocah ingusan yang tak menguasai satu pun alat musik. Baru setelah dewasa kini saya menyadari, bahwa Kahitna memiliki kekuatan baik di musik maupun lirik. Meski mengutarakan kesedihan atau kekecewaan, yang saya tangkap Kahitna membawakan lagunya dengan cara yang elegan, tidak cengeng. Entah bagaimana caranya, saya yang awam musik ini juga tak begitu paham, mungkin lewat pemilihan lirik atau melodi.

Di tahun-tahun berikutnya hingga selepas sekolah menengah dan melalui masa kuliah pun, album-album Kahitna masih cukup sering saya dengarkan, meski tak lagi mendominasi karena mulai bermunculan band-band dengan warna musik baru. Kalau sebagian besar kerap menyebut lagu-lagu Kahitna sebagai soundtrack kisah cinta mereka, maka tidak demikian dengan saya. Haha.. saya memang tidak cukup romantis untuk hal-hal seperti itu. Saya menyukai Kahitna murni karena musiknya tanpa mengaitkannya dengan kisah hidup. :p

Meski tak mendengarkan semua lagu dalam album-albumnya, tapi saya merasa Kahitna mulai mengalami pergeseran musik, terutama selepas album Soulmate yang dirilis di tahun 2006. Hal yang sebenarnya lumrah saja.

Mendengarkan album-album lawas Kahitna, saya mendapatkan musik yang lebih kaya dengan iringan perkusi dan unsur etnik yang cukup kental. Sebut saja judul-judul seperti “Dirantau”, “Lajeungan”, “Cerita Cinta”, sampai “Menikahimu” yang terdengar catchy dengan nuansa etniknya. Masih banyak judul lain seperti “Yang Pernah Terjadi” sampai “Tetap Kekasihmu” dengan iringan perkusi yang kental. Atau mungkin telinga saya saja yang kurang menangkapnya.

Semakin ke sini, rasanya saya tak lagi menjumpainya. Wajar mungkin, karena di tahun-tahun awal kemunculannya sebagai band rekaman, mereka masih bertransisi dari akarnya sebagai band festival yang sarat dengan sentuhan jazz dan fusion menjadi band yang lebih nge-pop. Tapi bukan berarti album-album baru mereka tak lagi menarik, hanya saja kalau disuruh memilih saya lebih menyukai tembang-tembang lawas mereka. Selain musik yang lebih kaya dan variatif, saya juga merasa lebih nyaman dengan pemilihan kata dalam lirik lagu-lagu lama mereka.

Petikan lirik seperti di lagu “Bila Saya” misalnya, “Setiap kumemandangmu merana hatiku. Terulang kisah rupa wajah sayu. Menetes sendu rindu pilu ragu. Mengusik bisu kelabu dirimu”.

Lalu ada “Sampai Nanti” dengan rangkaian katanya yang membuai. “Indah rambutmu , Mengurai kata cinta . Tiada indah dunia tanpa kehadiranmu . Deru hatiku menembus batas rindu . Jelas artinya surga . Teduh aku dekatmu.”

Bahkan lagu “Engga Ngerti” yang judulnya agak “enggak banget” itu pun masih terasa indah untuk didengarkan liriknya. Perpaduan bahasa yang lugas dengan kata-kata yang puitis.

Musik mungkin berubah, tapi Kahitna berhasil membuat saya tetap jatuh cinta dengan ketiga vokalis mereka yang semakin matang kualitasnya. Kalau boleh berandai-andai, saya ingin sekali mendengarkan lagu baru mereka dengan nuansa lawas yang begitu khas.

Untuk sementara mungkin saya masih harus memendam keinginan itu, karena tahun ini Kahitna sudah menyiapkan lagu dan album baru. Bahkan mereka siap menggelar konsernya di Malang. Sebuah kesempatan yang cukup langka, mengingat selama ini Malang bukan kota yang rutin mereka kunjungi. Seingat saya sebelumnya hanya satu kali Kahitna manggung di Malang, itupun di sebuah klub dengan harga tiket selangit menurut kantong saya yang baru mendapat pekerjaan saat itu 😆

Di konser yang bertajuk “Sound of Love” ini Kahitna tak sendiri, mereka akan ditemani Tulus, musisi yang sedang digandrungi beberapa tahun terakhir. Itu berarti durasi standar konser dua jam akan dibagi. Ahh..

Sementara masih menimbang-nimbang untuk membeli tiket, saya tak sengaja mendapat temuan informasi mengenai konser 30 tahun Kahitna, hanya beberapa minggu sebelum hajat besar tersebut dilangsungkan. Ah, nasib fan abal-abal yang nggak update info idolanya. Seandainya saja saya tahu lebih awal, mungkin saya akan terbang langsung ke ibukota, merayakan hari jadi mereka dalam sebuah “Love Festival” bertabur bintang kelas atas. Loh, kan masih ada waktu, tiket juga masih ada. Iya, tapi harganya ituuu.. bikin nangis darah, yang sisa tinggal kelas tertentu dengan harga naudzubillah.

Akhirnya saya pun memutuskan untuk membeli tiket konser Kahitna di Malang saja. Sedikit tak rela karena harus berbagi dengan Tulus, tapi kapan lagi kesempatan ini datang? Yah, hitung-hitung menghibur diri yang tak sanggup menjangkau tiket konser 30 tahun mereka di JCC. Sempat berencana membeli tiket kelas festival, selain karena harganya paling murah, saya juga lebih suka menonton konser dengan berdiri daripada duduk. Tapi ternyata posisi kelas ini agak kurang strategis. Tak seperti biasanya yang berada di deret paling depan, kelas festival di konser Kahitna ini diposisikan di belakang kelas VVIP dan VIP. Dengan pertimbangan lebih dekat melihat penampilan mereka, saya pun memilih kelas VIP, yang sekaligus menjadi pengalaman pertama saya menonton konser dengan duduk. Untuk membeli membeli kelas paling istimewa sebenarnya saya rela, dengan catatan kalau hanya Kahitna satu-satunya yang tampil. Tapi berhubung di konser ini mereka akan berbagi panggung, jadi saya sedikit pelit 😀

Sebenarnya saya bisa saja mendapatkan tiket gratis dari kantor. Tapi rasanya kurang puas kalau menonton konser band idola dari hasil gratisan. Kalau memang sanggup membeli kenapa harus menunggu diberi? Sebagai bentuk dukungan dan apresiasi atas karya-karya mereka juga, kan? 🙂

Selain menjadi pengalaman pertama menonton konser di kelas VIP (duduk), ini juga pertama kalinya saya menonton sendiri. Well.. ada sih beberapa teman yang juga menonton, tapi beda kelas. Ada juga yang satu kelas tapi saya masuk ke venue lebih dulu. Nonton konser nggak harus rame-rame, kan? Sendiri juga bisa, toh nanti juga ketemu sama temen baru, bisa ngobrol dan nyanyi bareng. 🙂

1

Pukul 19.00 lebih gate dibuka. Sampai di dalam pun masih harus menunggu beberapa saat. Sedikit meleset dari perkiraan, konser baru dimulai sekitar pukul 20.20. Dibuka oleh penampilan Tulus yang disambut riuh. Saya tak terlalu menghitung, tapi sepertinya sekitar 10 lagu dilantunkan oleh musisi yang sudah beberapa kali menyambangi Malang ini. Soal musik Tulus, dibilang suka sih nggak terlalu, tapi dibilang benci juga enggak. Yah, ada beberapa lagu yang kadang saya senandungkan, tapi di malam itu rasanya saya tak begitu tergerak untuk larut dalam suasana.

Selepas Tulus menuntaskan penampilannya, kami masih harus menunggu lagi sekitar 15 menit.

kahitna4b

Layar dibuka, rangkaian lagu-lagu hits Kahitna melantun dalam musik instrumental. Satu per satu dari mereka mulai menaiki panggung. Seisi Graha Cakrawala pun kompak menyanyikan “Tentang Diriku”. Deretan penonton di kelas VVIP dan VIP yang semula duduk manis pun banyak yang berdiri sambil bergoyang menirukan irama lagu. Selesai dengan tembang pertama, Kahitna masih menggoyang seisi gedung dengan “Setahun Kemarin” yang tak kalah riang. Suasana baru sedikit tenang di lagu ketiga saat “Soulmate” didendangkan.

Terhitung sekitar 15 lagu mereka bawakan, ditambah satu lagu di bagian reff saja yang dinyanyikan Carlo saat salah seorang penonton mengajukan request “Tiamo”. Hits-hits seperti “Andai Dia Tahu”, “Cerita Cinta”, “Tak Sebebas Merpati”, “Mantan Terindah”, “Cantik”, sampai lagu bernuansa etnik seperti “Dirantau” dan “Lajeungan” juga masuk dalam setlist mereka, termasuk tembang teranyar “Rahasia Cinta”. Dua lagu yang pernah dinyanyikan oleh Dea Mirella juga mereka tampilkan, “Menanti” dan “Takkan Terganti”. Judul yang terakhir ini terdengar catchy dengan aransemen baru yang lebih riang dan jazzy, seperti yang mereka bawakan di konser 30 tahun. Tak lupa, trio Hedi, Carlo dan Mario pun tampil dengan koreografi di beberapa lagu. Ah, sungguh penampilan yang cantik, buat diriku susah lupa. 😆

image: instagram Kahitna

image: instagram Kahitna

Menyaksikan performanya saja bisa membuat saya susah lupa, apalagi melihat aksi personilnya di atas panggung. Gaya kang Hedi yang kocak dan gelo, apalagi waktu ngegodain penonton yang diajak ke stage untuk jadi model “Tak Sebebas Merpati”. Kang Yovie yang hobi sekali tebar senyum (lihat senyumnya berasa adem dan damai). Dan momen yang saya nanti-nantikan, melototin kang Andrie yang anteng banget gendong gitarnya. Nama terakhir ini memang spesial buat saya. Awal-awal melihat Kahitna lewat video klip mereka di televisi dulu, Andrie lah yang berhasil menarik perhatian saya. Tak dipungkiri, Yovie dan Hedi muda memang tampak mempesona, tapi terlalu rapi buat saya. Berbeda dengan Andrie yang meski kalem tapi terlihat lebih “urakan” dengan rambut ikalnya yang gondrong. Belum lagi waktu melihatnya asyik bermain gitar di pinggir jendela. Duh, rontok rasanya hati ini, hahaha.. Rupanya tak hanya musik Kahitna saja yang bertransformasi, penampilan kang Andrie juga tak luput berevolusi. Badan yang dulu ceking kurus sekarang tampak lebih berisi, rambutnya pun sudah tidak gondrong lagi. Meski penampilannya sekarang terlihat lebih rapi tapi tetap di hati. 😆 Nggombal teruuss..

"Tak Sebebas Merpati" feat model dadakan.

“Tak Sebebas Merpati” feat model dadakan.

 

Kang Andrie!!!

Kang Andrie!!!

 

Kang Andrie (lagi) :grin:

Kang Andrie (lagi) 😀

Satu jam lebih berlalu, kami pun harus menyudahi malam. Cantik menjadi tembang penutup yang terus terngiang di telinga-bahkan sampai hari ke-5 setelah konser berakhir saya masih memutar playlist dari album-album mereka-. Saya pun meluncur pulang dengan menunggang sepeda kumbang taksi seorang diri sambil bersenandung riang di samping pak supir. Sampai nanti kita bertemu lagi!

Cerita cinta saya dengan Kahitna mungkin memang tak meletup-letup seperti “Soulmate” lain yang setia, bahkan rasa ini tak terlalu intens, kadang ingat, kadang lupa, kadang biasa saja. Namun satu yang pasti, setiap kali mendengar tembang-tembangnya dilantunkan, sulit rasanya untuk tidak mendendangkannya. Bahkan untuk nyanyian patah hati atau kesedihan pun entah kenapa selalu terasa indah untuk disenandungkan, ada energi positf yang mengalir diantara melodi dan rangkaian katanya. Selamat ulang tahun ke-30, Kahitna! Semoga selalu ada cinta di sepanjang usia. 🙂

8b

Leave a comment